🐘 Hubungan Politik Dan Kekuasaan
A KEKERABATAN DAN KEKUASAAN Sebagaimana ditunjukkan oleh Van Velsen, dalam kasus orang Tonga di Mawali: "hubungan politik itu diungkapkan dalam pengertian-pengertian kekerabatan" dan "manipulasi-manipulasi" kekerabatan adalah salah satu dari cara-cara yang dipergunakan dalam strategi politik mereka.
Contohnyaadalah Lia Eden dan Joseph Smith dengan Kristen Mormon sesatnya. Hal ini dimanfaatkan hubungan Iman Kristen dan politik untuk memperkaya diri sendiri. Brand-brand pakaian juga sering menggunakan nama Tuhan dan agama. Tidak hanya itu saja, banyak pemimpin yang menggunakan agama dan nama Tuhan demi mendapatkan kekuasaan semata.
denganmenerapkan tindakan tindakanperlawanandariorang orang atau golongan tertentu (MaxWebwr) akibatnya sesuai dengan tujuan pemegang kekuasaan sendiri (Hasan suryono,1999.P.47) Kekuasaan Politik dibagi menjadi Kekuasaan sosial terwujudnya dalam negara (Ossip K.Flechtheim) Bagaaian dr kekuasaan sosial (Aliran yg berpengaruh terhadap negara)
Jadiarti pengaruh tidak sama dengan kekuasaan. Menurut Surbakti (2010: 71-72) selain pengaruh (influence) dalam perbendaharaan ilmu politik ada beberapa konsep yang berkaitan dengan teori kekuasaan, diantaranya: persuasi (persuasion), manipulasi, coercion, force dan authority (kewenangan). Konsep-konsep ini merupakan bentuk-bentuk dari kekuasan.
Politikselalu dianggap negatif di Indonesia. Opini publik, yang dibentuk oleh media, mengaitkannya dengan platform maladministrasi. Keluarga saya tidak pernah merekomendasikan politik sebagai karir untuk mengejar atau subjek untuk belajar. Penilaian publik yang negatif ini berakar pada asumsi bahwa pemerintah "dapat disalahkan" atas kekurangannya yang merugikan masyarakat (Digeser 1998
Kedua dengan melakukan kolonisasi mendirikan pemukiman-pemukiman baru dan menempatkan sejumlah besar pasukan infantry di wilayah koloni serta menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga terdekat. Nasehat Machiavelli dalam Politik & Kekuasaan
23 Legitimasi. Legitimasi merupakan perksrs dasar yang sangat penting bagi seorang pemimpin, sebab dalam hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin konsep legitimasi ini berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan. Secara kebahasaan, legitimasi berasal dari bahasa latin'lex' yang berarti 'hukum'.
11 Politics: Power in Action Organizational Politics • Penggunaan kekuasaan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi Political Behavior • Bukan kegiatan penting, tetapi mempengaruhi / upaya mempengaruhi pembagian keuntungan dan kelemahan dalam organisasi Political Skill • Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dengan
Semuapemimpin pasti menggunakan power and influence untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dapat berdampak bagi organisasi. Memperoleh dan menggunakan power itu merupakan proses politik. Dimana politik ini melibatkan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menggunakan kekuasaan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan ketika terdapat ketidaksepakatan atau ketidakpastian tentang pilihan.
Ininampaknya sebagai imbalan atas keterkaitannya dengan Golkar yang sudah memperkuat kedudukannya dalam kekuasaan. Politik dan Pemerintahan Desa. Otoritas ini diperkuat dengan adanya masyarakat yang paternalistik serta hubungan antarkyai. Di desa-desa Jawa, para kyai memiliki hubungan kuat dengan organisasi sosial keagamaan Nahdlatul Ulama
PitirimSorokin, Sosiologi politik merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji hubungan antara manusia dengan kekuasaan, serta dampak yang ditimbulkan dari adanya hubungan tersebut. Gordon Marshall, Sosiologi politik adalah bagian dari kajian sosiologi yang membahas sebab dan akibat dari adanya kekuasaan yang ada di dalam kehidupan masyarakat.
Kekuasaanpolitik merupakan suatu istilah yang kompleks yang selalu berkaitan dengan bentuk kekuasaan yang lain seperti kemakmuran, dan persenjataan. Kekuasan sebagai sesuatu yang idealis. Franz magnis (2003: 39) menyebutkan bahwa kekuasaan akan tetap jika memiliki legitimasi yang dimaksud dibagi dalam tiga kategori, yakni : 1.
tlGkZ. Ilmu politik mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Tumpuan kajian ilmu politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu proses sistem politik negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut Miriam Budiharjo, 1992. Sistem itu menurut Deliar Noer 1983 meliputi sistem kekuasaan, wibawa, pengaruh, kepentingan, nilai, keyakinan dan agama, pemilikan, status dan sistem ideologi. Menurut Syarbani 200213, tumpuan kajian ilmu politik adalah upaya-upaya memperoleh kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, penggunaan kekuasaaan, dan bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan. Dengan demikian dilihat dari aspek kenegaraan, ilmu politik mempelajari negara, tujuan negara, dan lembaga negara, serta hubungan kekuasaan baik sesama warga negara, hubungan negara dengan warga negara, dan hubungan antar negara. Apabila dilihat dari aspek kekuasaan ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat, hakikat, dasar, proses, ruang lingkup, dan hasil dari kekuasaan itu. Dilihat dari aspek kelakuan, ilmu politik mempelajari kelakuan politik dalam sistem politik yang meliputi budaya politik, kekuasaan, kepentingan, dan kebijakan. Melihat penjelasan di atas, kajian ilmu politik meliputi 1 teori ilmu politik, 2 lembaga-lembaga politik undang-undang dasar, pemerintahan nasional, pemerintahan daerah, fungsi ekonomi dan sosial dari pemerintah dan perbandingan lembaga-lembaga politik, 3 partai politik, dan 4 hubungan internasional. Minimal ada enam hal yang ditekankan dalan ilmu politik, yaitu kekuasaan, negara, pemerintahan, fakta-fakta politik, kegiatan politik, organisasi masyarakat. Sedangkan obyek ilmu politik meliputi dua hal yaitu, 1 material obyek ini berwujud pada perjuangan memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dengan obyek negara, kekuasaan, pemerintah, fakta-fakta politik, kegiatan politik, dan organisasi masyarakat. dan 2 formal pengetahuan, pusat perhatian. Dengan demikian, Syarbaini menyimpulkan ada lima konsep tentang ilmu politik, yaitu 1 sebagai usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama, 2 segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah, 3 segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan, 4 kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum, dan 5 sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Sementara itu, menurut Maran 1999 politik merupakan studi khusus tentang cara-can manusia memecahkan permasalahan bersama dengan manusia yang lain. Dengan kata lain, politik merupakan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan. Untuk melaksanakan tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi sumber-sumber dan berbagai sumber dava vang ada. Untuk itu diperlukan kekuatan {power dan kewenangan {aiitliorlty. yang dipakai baik untuk membina kerja sama rnaupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses tersebut. Kekuasaan itu bisa dipakai secara persuasif bisa juga secara koersif paksaan Definisi lebih sederhana tetapi padat dapat dilihat dari pendapatnya Surbakti 1999 yang mengcitakan bahwa konsep politik merupakan intcraksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pcmbuatan dan pdaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertcntu. Arti politik yang terekam dari berbagai referensi ilmu politik disimpulkan terdapat tiga penjelasan. Pertama, rnengidentifikasikan kategori-kategori aktivitas yang membentuk politik. Dalam hal ini Paul Conn menganggap konflik sebagai esensi politik. Kedua, menyusun suatu rumusan yang dapat merangkum apa saja yang dapat dikategorikan sebagai politik. Politik dapat dirumuskan sebagai “siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana”. Ketiga, menyusun daftar pertanyaan yang harus dijawab untuk memahami politik. Melalui daftar pertanyaan diharapkan dapat memberi jawaban dengan gambaran yang tepat mengenai politik Surbakti, 1992. jadi politik akan terkait dengan kekuasaan, negara dan pengaturan hidup bersama dalam upaya mencapai kebaikan bermasyarakat. Selain itu, dapat diketahui bahwa konsep-konsep pokok yang dipelajari ilmu politik adalah negara {state, kekuasaan power, pengambilan kebijakan decision making, kebijaksanaan policy, beleiri, dan pembagian di’-tribution, atau alokasi allocation. Singkatnya, ilmu politik selain mempelajari tentang interaksi antara pemerintah dan masyarakat untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama, yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah melalui perumusan dan Pelaksanaan kebijakan umum, juga membicarakan tentang berbagai upaya perebutan mencari dan mempertahankan kekuasaan. Menurut Weber, sosiologi harus bebas nilai value free, tidak bias kepentingan atau keyakinan moral pribadi. Bias personal harus dihindari selama melakukan riset ilmiah. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin objektivitas kebenaran sosiologi. Dari konseptualisasi sosiologis yang disumbangkan oleh para tokoh ilmu sosial, selanjutnya dijadikan pijakan dalam merumuskan ruang lingkup sosiologi politik. Dalam operasionalnva, cakupan materi sosiologi politik terwujud dalam beberapa hal 1 sosialisasi politik; 2 partisipasi politik; 3 perekrutan politik; 4 komunikasi politik. 1. Sosialisasi Politik Sosialisasi politik adalah suatu proses agar setiap individu atau kelompok dapat mengenali sistem politik dan menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap fenomena-fenomena politik. Kerja sosialisasi politik meliputi pemeriksaan mengenai lingkungan kultural, lingkungan politik dan lingkungan sosial individu maupun kelompok. Dengan demikian, sosialisasi politik merupakan landasan sosiologi politik selain yang terpenting juga memegang peranan utama dan pertama bagi setiap tindakan politik. 2. Partisipasi Folitik Partisipasi politik ialah keterlibatan individu atau kelompok pada level terendah sampai yang tertinggi dalam sistem politik. Hal ini berarti bahwa partisipasi politik merupakan bentuk konkret kegiatan politik yang dapat mengabsahkan seseorang berperan serta dalam sistem politik. Dengan demikian, maka setiap individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya akan memiliki perbedaan-perbedaan dalam partisipasi politik; sebab partisipasi menyangkut peran konkrit politik di mana seseorang akan berbeda perannya, strukturnya dan kehendak dari sistem politik yang diikutinya. 3. Perekrutan Politik Pengrekrutan politik adalah suatu proses yang menempatkan seseorang dalam jabatan politik setelah vang bersangkutan diakui kredibilitas dan lovalitasnya. Perekrutan politik merupakan konsekuensi logis dalam memenuhi kesinambungan sistem politik dan adanva suatu sistem politik yang hidup dan berkembang. Dalam operasionalnya, perekrutan politik dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama, perekrutan yang bersifat formal yakni ketika seseorang menduduki jabatan politik direkrut secara terbuka melalui ketetapan-ketetapan yang bersifat umum dan ketetapan-ketetapan itu disahkan secara bersama-sama. Perekrutan ini dilaksanakan melalui seleksi atau melalui pemilihan. Kedua, perekrutan tidak formal yakni usaha seseorang tanpa suatu proses terbuka sehingga seseorang itu mendapatkan kesempatan atau mungkin didekati orang lain untuk diberi posisi-posisi tertentu. 4. Komunikasi Politik Komunikasi politik ialah suatu proses penyampaian informasi politik pada setiap individu anggota sistem politik atau informasi dari satu bagian sistem politik kepada bagian yang lainnya, dan informasi yang saling diterima di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Informasi tersebut bersifat terus-menerus, bersifat pertukaran baik antara individu, individu ke kelompok maupun kelompok ke kelompok yang dampaknya dapat dirasakan oleh semua tingkatan masyarakat. Informasi itu bisa dalam bentuk harapan, kritikan, reakasi-reaksi masyarakat terhadap sistem politik dan pejabat politik. Atau suatu harapan, ajakan, janji dan saran-saran pejabat politik kepada masyarakatnya yang berdampak terhadap perubahan atau nwmperteguh tindakan-tindakan politiknya agar dilaksanakan stau tidak dilaksanakan. Landasan-landasan di atas merupakan proses-proses politik yang mesti ada dan berjalan dalam suatu sistem politik dan embaga-lembaga politik ketika akan, dan pasti, berurusan dengan MASYARAKAT DAN POLITIK Hubungan Masyarakat dan Politik Dalam kerangka dimensi-dimensi sosial masyarakat, akan selalu terkait dengan politik. Dimensi politik dalam masyarakat, menurut Franz Magnis Suseno 1991 nkan mencakup lingkaran-lingkaran kelembagaan hukum dan negara serta sistem-sistem nilai dan ideologi-ideologi yang memberikan legitimasi ” kepadanya. ”Sepintas lalu, pernyataan di atas memberikan alasan kemustahilan jika masyarakat terpisah dengan politik. Politik dan ” masyarakat, atau sebaliknya, adalah dua sisi mata uang; kendati saling berbeda titik tekannya namun ia tak mungkin terpisahkan ” dalam realitas sosialnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk 1 jangka panjang, baik pada lingkup individu maupun kelompok. Menurut Deliar Noer terdapat hubungan masyarakat dengan politik pada aspek kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat “; adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali adanya masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya ” masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu pengaruh atau ” wibawa seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan oleh orang-orang yang dikuasainya. Pendapat di atas menggambarkan hubungan masyarakat I dengan politik pada aspek kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali adanya masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu pengaruh atau wibawa seseorang yang menguasai dibentuk dan diberikan oleh , orang-orang yang dikuasainya. Pengertian di atas tidak semata merujuk kepada masyarakat modern, melainkan menunjukkan pula kepada masyarakat tradisional yang telah terjadi secara turun-temurun sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hubungan itu tentu pula berada dalam unit yang sekecil-kecilnya, seperti kita kenal dalam Islam bahwa apabila ada tiga orang bepergian maka hendaklah ditunjuk salah satunya jadi pemimpin. Cerminan doktrinal Islam tersebut merefleksi kepada apa yang disebut pemimpin keluarga, pemimpin Rukun Tetangga, begitu seterusnya sampai kita jumpai pemimpin negara. Hubungan masyarakat dan politik dilihat dari kegunaannva memiliki makna pengaturan. Seperti disebut oleh Franz Magnis Suseno 1991 20, hubungan itu mempunyai dua sesi fundamental. Pertama, manusia adalah makhluk yang tahu dan mau. Kedua, makhluk yang selalu ingin mengambil tindakan. Dalam upaya pengaturan hasrat tahu, mau dan tindakan itu diperlukan suatu lembaga pengaturan dengan jenisnya yang bermacam-macam ada yang disebut kerajaan, negara, kabilah dan lain sebagainya. Apa yang ditegaskan Suseno itu mencirikan suatu hubungan masyarakat dan politik ke dalam bentuk, singkatnya adalah negara.’ Dengan adanya negara menunjukkan adanya keterikatan seseorang pada peraturan-peraturan yang berlaku, peraturan-peraturan secara umum maupun secara khusus. Undang-undang perpajakan, penghasilan, undang-undang tentang organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan; undang-undang larangan terhadap berdirinya partai komunis; dan lain sebagainya merupakan aturan-aturan yang muncul dari rahim negara dibuat oleh pemerintah untuk menciptakan tertib berpolitik di antara masyarakat dari lapisan yang terendah-rendahnya kepada lapisan yang setingi-tingginya. Secara deskriptif Soemarsaid Moertono 1985 melukiskan peranan negara dalam masyarakat, sebagai ber’kut. “Tak ada ruang bagi penyesuaian sekehendak hati maupun timbal balik atau suatu perdamaian/kerukunan dan mencocokkan yang menyenangkan; sebaliknya, alam semesta diatur dengan ketentuan-ketentuan yang keras dan tegar tanpa ampun. Penyimpangan dari padanya akan menimbulkan serangkaian reaksi yang mungkin sampai kepada hal-hal yang mencelakakan. Dan sini jarak sudah pendek sekali untuk sampai pada keyakinan akan berlakunya nasib. Karena itulah orang jawa tidak akan menganggap negara telah memenuhi kewajiban-kewajibannya bila ia tidak mendorong suatu kententraman batiniah tentrem, kedamaian dan ketenangan hati maupun mewujudkan tata tertib formal seperti peraturan negara.” Kutipan di atas menunjukkan, bahwa politik negara selalu berhuhungan dengan masyarakat dalam pengertiannya yang amat kompleks dan menveluruh. la tidak hanya berhubungan dengan pengtituran-pengaturan yang sifatnva profan nampak, bahkan persoiilan ketentraman dan kedamaian batiniah sekiilipun sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Kendati yang dicontohkan dalam kutipan di atas adalah masyarakat Jawa, namun negara-negara tradisional dan modern dimanapun lebih kurang akan memiliki hubungan yang sama; bahwa demikian kompleksnva hubungan negara politik dengan masyarakat. Dengan kata lain, setiap anggota masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari ikatan-ikatan peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara. Secara umum juga dapat dikatakan bahwa seseomng jelas-jelas tidak dapat menghindarkan dari hidup bernegara. Sebab, jangankan masih hidup, ketika ia meninggal saja ia tetap berhubungan dengan negara, yakni dengan izin penguburannva misiilnya. Inilah yang menunjukkan pentingnya negara yang terkadang dapat lebih besar hubungannya ketimbang peran organisasi subordinatnva seperti perkumpulan olahraga atau organisasi politik partai dan organisasi kemasyarakatan. Eratnya hubungan masyarakat dan politik, juga digambarkan oleh Stevan Lukes dalam Miller & Seidcntof, 1986 sebagai berikut. “Mengapakah seseorang harus membentuk suatu ikatan terhadap aparat administratif yang memonopoli kekuasaan sah dalam wilayah tertentu? Simbol-simbol seperti akan bersatu dalam kehidupan hanya apabila mereka menjadi simbol-simbol negara; yang penting bukanlah mesin pemerintahan melainkan bahwa orang harus mempunyai rasa untuk berbagi nasib politik dengan orang lainnya, suatu keinginan untuk bersatu dengan mereka secara politis dalam suatu negara dan kesiapan untuk terikat pada tindakan politik bersama.” llustrasi tersebut menjelaskan bahwa hubungan politik dan masyarakat sangat berarti untuk terdapatnya masyarakat bersatu serta agar masyarakat memiliki identitas diri yang mendorong rasa memiliki terhadap identitas bersamanya itu nasionalisme Secara sederhana hubungan itu dapat dirinci sebagai berikut 1. Sebagai simbol kebersamaan 2. Sebagai wujud identitas bersama 3. Sebagai wahana tumbuhnva perasaan dan senasib 4. Sebagai wahana ikatan dalam bertindak. Maka politik, dalam kerangka kecil maupun besar akan mengarahkan fungsi-fungsi hubungan antara anggota masyarakat sehingga setiap diri masyarakat selalu mendapatkan kesempatan, peluang, wadah aktualitas, pengaturan dan penerbitan. Bahwii secara ekstrim, melalui hubungan masvarakat dan politik dapat menimbulkan suatu permusuhan dan peperangan andai hubungan itu dilepaskan dari kerangka-kerangka nilai yang berlaku di tengah masvarakat. Perang dunia I dan dunia II yang disusul dengan Perang dingin Ketegangan hubungan antara kekuatan liberal dan komunis sesungguhnya merupakan refleksi hubungan masyarakat dunia dengan politik. Tetapi politik tersebut telah ternodai oleh lepasnya ikatan-ikatan moral dan telah lepas dari substansi politik dalam fungsinya untuk tertib sehingga politik pada akhirnya berekses pada pemusnahan suatu masvarakat oleh masyarakat yang lainnya. Namun demikian, hal ini tetap harus diakui sebaga; .r-bungan antara masyarakat dan politik, kendati pada kerangka nilai harus dipisahkan mana hubungan yang dapat dibenarkan dan mana hubungan vang tidak terpuji. Namun seperti diungkapkan oleh Carlto Hayes 1950 128, untuk menghindari pertentangan nilai dalam hubungan itu, maka hubungan masyarakat dan politik dapat dirumuskan sebagai kekuatan yang memupuk simpati antar anggota masyarakat seperti pengabdian bersama, perbaikan dan pembaharuan serta rasa pembelaan kepada wilayah, kebudayaan dan kekayaan alam lingkungannya. Timbal Balik Antara Masyarakat dan Proses Politik Proses-proses politik sebagaimana telah diuraikpin terdahulu •bagai landasan konseptual oleh Rush & Althoff 1995 22-25 esungguhnya harus dipahami sebagai proses politik yang melahirkan timbal balik antara masyarakat satu pihak dan politik di pihak lain. Melalui sosialisasi politik, masyarakat akan mengenali suatu sistem politik yang berlaku di sekitarnya sehingga masyarakat inemberikan reaksi terhadap gejala-gejala dari sistem politik itu. Di sini masyarakat akan mengetahui proses polilik dari segi strukturnya, perilaku yang dikehendakinya dan lain sebagainya. Pemilihan umum Pemilu sebagai bagian dari proses politik di Indonesia akan dapat diikuti tahapan-tahapan dengan baik apabila masyarakatnya telah mengenali Pemilu dari segi keharusan-keharusannya dan dari segi larangan-larangannya. Pengenalan ini sangat berguna bagi masyarakat, yakni mengenali, dan bagi proses politik telah memiliki ruang untuk dikenali masvarakat sehingga proses politik tidak canggung untuk disosialisasikan. Begitu pula yang terjadi pada partisipasi politik, suatuu proses politik akan berjalan baik dan akan memberikan makna bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat manakala masvarakat akan berarti bagi masyarakat itu sendiri dalam rangka menghapus kesan dirinya terasingkan dalam proses politik yang akan dijalankan oleh negara umpamanya. Hal yang sama terjadi pada pengrekrutan politik. Dengan pengrekrutan maka sistem politik akan kuat, mendapatkan dukungan dan mendapatkan wilayah geraknya. Dengan direkrutnya masyarakat ke dalam proses politik, maka masyarakat akan menemukan legitimasi dan kewibawaan dalam menentukan aktulisasi peran dirinya tanpa merasa berposisi yang dikesankan masyarakat dan bernegara” di zaman kuno sebagaimana tlilukiskan oleh Larry Siedentof dalam Miller & Siedentof, 1986 Pada komunikasi politik, timbal balik masyarakat dan proses –Politik barangkali dapat disebut sebagai timbal balik yang paling mudah menemukan wujudnya. Pengrtian-pengertian, harapan, janji, ancaman yang dikeluarkan masyarakat untuk negara atau partai politik, atau oleh negara dan partai politik kepada masyarakat sesuatu yang paling mungkin terjadi melalui komunikasi politik. Di sini harus diakui bahwa komunikasi politik tak sekedar media penyerapan informasi, lebih dari itu sebagai arena pemupukan kesadamn bagi masyarakat dan bagi proses politik itu sendiri. Faktor tingkah laku masyarakat yang dapat dipahami dengan baik oleh sebuah proses politik yang dijalankan, akan berguna sebagai referensi tindakan-tindakan politik yang nontinya baik input maupun output berguna bagi masyarakat dar. efektif bagi proses itu sendiri. Timbal balik antara masyarakat dan proses politik itu secara niscaya dapat dikatakan agar proses politik tidak berjalan sekehendaknya, melainkan atas dasar pertimbangan-pertimbangan masyarakat baik yang berposisi selaku subjek politik maupun objek politik. Secara mengesankan Magnis-Suseno 1986152 mengatakan sebagai berikut “Pembangunan politik harus yang dituntut oleh pendekatan sistem bekerja sama dengan dan berdukung pada subsistem-subsistem yang ada, pada kekuatan-kekuatan yang bekerja. Pembangunan politik tidak secara kasar mencampuri proses-proses hidup, melainkan penuh hormat, dalam kesadaran tahu diri, menyesuaikan diri dengan apa yang sudah ada.” Kutipan di atas mencerminkan bahwa agar proses politik memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakat, maka proses politik hendaklah memperhatikan realitas kultural masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh, pemerintah Indonesia pernah melakukan tindakan politik yang tak sekedar tindakan ekonomi dengan mengesahkannya SDSB. Masyarakat Indonesia yang agamis menolaknya dan karenanya timbul gelombang unjuk rasa yang amat dahsyat. Pemerintah menarik kembali SDSB. Contoh ini menunjukkan bahwa proses politik yang diambil oleh suatu kelompok atau pemerintah yang proses itu bertentangan dengan masyarakat, maka akan menimbulkan anarkis yang menggetirkan. Dan hal ini sebagai bukti bahwa suatu proses politik yang tak mencerminkan hubungan timbal balik antara kepentingan politis disatu pihak dan kepentingan masyarakat pada pihak lain akan berakhir secara mengenaskan. Dengan adanya timbal balik itu, secara gamblang diakui oleh Clifford Geertz 1992 144, bahwa proses-proses politik tak sekedar menampakkan wujud institusi formalnya, namun lebih dari itu proses politik akan memaklumi setiap kehendak masvarakat, dan seyogyanya kehendak itu dijabarkan oleh proses politik itu sendiri. Sebab, apa vang dikhawatirkan oleh Geertz, apabila proses politik sudah mengenvampingkan realitas kultural realitas masyarakat, walaupun proses proses politik dirasakan sangat penting, maka dengan sendirinya masyarakat dapat mengenyampingkannya bahkan mungkin secara mengkristal berbuntut perlawanan. Suatu hubungan timbal balik akan dirasakan oleh masyarakat dan negara dalam melakukan proses politiknya, menurut Vie George Paul Wilding 1992 21 apabila proses politik tak sekedar mencerminkan para elite strategis negar itu saja, lebih dari itu harus ada kesediaan untuk mencerminkan kehendak masyarakat, walau mungkin kehendak itu secara relatif dipandang menghalangi proses politik yangseharusnya. Di sini, negara, tegas George & Wilding, tinggal memilih sebuah konsekuensi yang termudah; apakah mengenyampingkan kehendak politiknya atau justru kehendak masyarakatnya. Kendati jalan mengkompromikan jelas lebih baik karena pada upaya itu upaya timbal balik dapat din-iaknai secara lebih mengesankan, teruji dan terpuji. Jalan ke luar di atas sangat penting, mengingat kehidupan politik menurut Ibnu Khaldun dalam Zainuddin, 1992 93, dengan segala kelebihan dan kekurangannya adalah suatu keharusan dalam kehidupan masyarakat. Tanpa kehidupan dan proses politik yang timbal balik, maka kehidupan masyarakat tak akan teratur. Tolong-menolong untuk kepentingan mencapai tujuan bersama tidak akan terealisasikan. Karena itu, proses politik harus dipahami sebagai mekanisme yang menjadikan masyarakat segala kehidupannya berjalan lancar. Dengan demikian, timbal balik antara masyarakat dan proses Politik itu tidak semata-mata diukur oleh saling pengertian dan memahami hakikat masyarakat dan hakikat politik yang dijalankan, namun lebih dari itu memahami dan memenuhi keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan. Bahwa masvarakat hendaklah menjalankan fungsinya sesuai dengan proses politik vangdijalankan , dan proses politik yangada hendaklah merupakan refleksi dari merealisir keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan vang ada dalam masyarakat secara adil dan penuh perikemanusiaan. Timbal balik antara masyarakat dan proses politik lebih dari yang telah dipaparkan, sebagaimana dikerangkakan oleh Maurice Duverger 1993 351 hendaklah mencerminkdn suatu solidaritas antar keduanya. Sebab pada solidaritas itu, tegas Duverger, merupakan akibat dari struktur komunitas hidup, dimana setiap individu membutuhkan orang lain di dalam suatu jaringan hubungan yangsaling masuk dengan yang lainnya. Dengan kata lain, haruslah dipandang bahwa antara masvarakat dengan proses politik merupakan. komunitas hidup yakni komunitas negara yang karena ada keduanya tatanan kehidupan akan berjalan secara normal asalkan keduanva mencmpatkan dalam posisi sejajar dalam suatu hubungan yang saling membutuhkan, saling terkait dan saling menentukan. Barangkali proses politik Indonesia merdeka tak pernah terwujud sampai hari ini apabila masyarakat saat itu tak membutuhkan kemerdekaan. Kehendak politik melalui tanpa masyarakat niscaya proses politik akan berjalan hampa. Begitu sebaliknya, masyarakat saja tanpa adanya proses-proses politik vang dilalui, terutama diplomasi, tentu Indonesia merdeka akan menjadi sebuah mimpi masyarakat sampai hari ini. Onghokham dalam karyanya “Rakyat dan Negara” 1991, sampai secara tuntas mencoba menelusuri hubungan timbal balik antara proses politik vang ditempuh oleh negara dengan rakyat masyarakat sebagai unsur kekuatan dominannya. Onghokham dalam karyanya itu sempat mengidentifikasi beberapa kegagalanperistiwa politik sepanjang sejarah Indonesia yang dirasakan lagi, akibat peristiwa itu tidak mampu menggerakkan solidaritas masyarakat. Dan ia pun mencatat, setradisional apapun peristiwa politik yang terjadi karena mendapatkan dukungan masyarakat secara massif dan peristiwa-peristiwa itu oleh masyarakat terasa menjadi tanggungjawabnya dan menjadi miliknya. Begitu dahsyatnya suatu timbal balik antara proses politik dengan masyarakat, digambarkan oleh Onghokham merupakan basis penentu keberhasilah politik, yang tidak saja terjadi di Indonesia, namun terjadi pula pada negara-negara jajahan yang terbebas dari belenggu penjajahan. Gambaran Onghokham di atas sekaligus merupakan suatu jawaban yang cukup lugas suatu hubungan politik dan nnasyarakat dimana hubungan itu terjalin karena terdapat timbal balik antara politik dan kehendak-kehendak masyarakat, bahkan politik dijalankan atas dasar kehendak masyarakat itu sendiri Penulis Bayu Pramutoko,SE,MM Dosen Faklutas Ekonomi UNISKA – Kediri Diposting
POLITIK dan kekuasaan power menjadi dua sisi mata uang yang saling berdekatan dan tidak terpisahkan satu sama lain. Keduanya juga menyentuh ke aspek-aspek lainnya, seperti ekonomi, sosial, dan budaya. Oxford Dictionary mendefinisikan politik sebagai upaya mendapatkan dan menggunakan kekuasaan dalam kehidupan publik serta upaya mempengaruhi berbagai keputusan yang berdampak pada suatu negara atau kekuasaan power merujuk kepada kewenangan yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Max Weber memaknai kekuasaan sebagai sarana bagi seseorang untuk mencapai keinginannya. Pemikiran serupa juga dikatakan Friedrich Nietzsche bahwa pada dasarnya manusia memiliki hasrat untuk berkuasa, umumnya diperoleh dengan jalan menguasai atau mempengaruhi orang lain. Dalam konteks perebutan kekuasaan, konflik antarindividu maupun kelompok sangat mungkin terjadi karena menurut Thomas Hobbes manusia secara alamiah bisa menjadi "serigala" bagi sesamanya homo homini lupus. Untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, manusia akan melakukan apa pun sekalipun ia harus menyakiti manusia lainnya. Kekerasan dalam balutan politik dan kekuasaan Di setiap level kehidupan sosial, kekuasaan sama halnya seperti barang berharga yang diinginkan sekaligus dipertahankan secara mati-matian oleh pemiliknya. Dalam konteks politik negara misalnya, kita bisa melihat contoh kudeta Angkatan Militer Myanmar atau Tatmadaw yang berupaya menjungkal pemerintahan sah yang terbentuk melalui proses demokratis. Kudeta militer yang menyebabkan setidaknya lebih dari 400 warga sipil terbunuh ini terjadi karena Tatmadaw sebagai kekuatan militer sekaligus kekuataan politik yang mendominasi struktur pemerintahan berupaya mempertahankan kekuasaannya yang telah langgeng selama kurun waktu 70 tahun pascakolonialisme Myanmar. Demi menjaga totalitas kekuasaannya, Tatmadaw juga melakukan operasi militer yang bersifat koersif dan penuh teror. Salah satunya adalah pembantaian terhadap kelompok minoritas etnis Rohingya selama kurun waktu satu dekade. Hal serupa juga pernah terjadi di Indonesia. Kekuatan militeristik Orde Baru mendominasi sistem pemerintahan negara selama kurun waktu 32 tahun yang juga kerap identik dengan beberapa tindakan kekerasan. Oleh karena itu, sulit rasanya memisahkan kekuasaan dari tindakan merugikan orang lain baik secara fisik maupun moral. Good and bad politics di lingkungan kerja Tidak hanya di level negara saja, permainan politik dan perebutan kekuasaan sangat lumrah terjadi di berbagai lingkungan sosial, perusahaan, dan industri apa pun. Salah satunya adalah lingkungan kantor tempat kita bekerja, Dalam konteks ini, politik di lingkungan kerja dimainkan dalam bentuk yang berbeda-beda namun secara umum tujuannya tetap bermuara pada persoalan kekuasaan dan keuntungan tertentu dalam bisnis atau perusahaan. Dilansir dari artikel Magdalene 04/29/2021 Direktur Keuangan dan SDM PT BEI, Risa E. Rustam mengatakan bahwa terdapat apa yang disebut sebagai good politics dan bad politics dalam konteks politik di lingkungan kerja. Bad politics merujuk pada upaya penghalalan segala cara untuk memperoleh tujuan baik secara personal maupun good politics identik dengan good leadership dan kebersamaan dalam mencapai tujuan tertentu. Pada praktiknya politik dan perebutan kekuasaan memang lumrah ditemukan di lingkungan kerja apa pun, bahkan riset menyebutkan bahwa kecakapan seseorang yang memainkan politik di lingkungan kerja ternyata berdampak positif bagi prospek karirnya. Terkait dengan ini, sosiolog Erving Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang mengatakan bahwa manusia memainkan peran berbeda. Jadi, apa yang ditunjukkan oleh individu dalam interaksi sosialnya tidak selalu sama dengan apa yang ia sebenarnya rasakan. Konsep Goffman ini penting untuk dipahami, terutama untuk membangun kewaspadaan kita supaya tidak terlalu larut dalam pujian dan tidak mudah untuk mempercayakan segala hal, khususnya yang bersifat krusial dan personal kepada orang lain. Karena bagi mereka yang memainkan bad politics di lingkungan kerja, bukan tidak mungkin segala hal yang dianggap sebagai kelemahan kita akan dimanfaatkan untuk menjatuhkan kita demi menggapai tujuannya. Hal lain yang perlu kita waspadai adalah sikap iri yang berlebihan. Bagi mereka yang pro-bad politics prestasi orang lain akan dilihat sebagai sebagai ancaman potensial karena umumnya pemilik kekuasaan memiliki ego untuk menjadi yang dominan sehingga segala hal yang berpotensi menyaingi posisinya sah untuk disingkirkan. Selain itu, kritik juga kerap dianggap sebagai ancaman. Alih-alih melihatnya sebagai masukkan positif untuk memperbaiki kepemimpinannya, kritik sering disalahartikan sebagai bentuk resistensi yang berpotensi menjatuhkan posisinya. Contohnya adalah sistem pemerintahan otoriter Orde Baru yang bersifat dualistik. Di satu sisi menyerukan demokrasi, tetapi di sisi lain kekuatan militeristik sangat dominan dan segala bentuk kritik kepada pemerintah kerap berujung pada hilangnya nyawa orang. Dalam gaya kepemimpinan otoriter, yang diinginkan oleh penguasa adalah kepatuhan warganya docile bodies terhadap hegemonic power yang sengaja didesain untuk secara manipulatif mendisiplinkan masyarakat, baik secara ideologis maupun koersif. Dalam konteks kapitalisme Karl Marx menuding para pemuka agama bekerja sama dan berpartisipasi mendukung kepentingan kelompok borjuis yang merugikan masyarakat kelas bawah. Melalui persuasi ideologis, daya kritis masyarakat kelas bawah ditekan dengan narasi-narasi untuk membangun etos kerja yang sebenarnya hanya menguntungkan kaum borjuis. Model pendisiplinan dalam pandangan Marx ini banyak ditemui di masyarakat modern. Penguasa umumnya memanfaatkan narasi-narasi besar supaya terkesan memotivasi masyarakat kelas bawah untuk giat bekerja sebagai ibadah. Oleh Haryatmoko ini disebut sebagai kekerasan simbolik. Kesadaran palsu sengaja disuarakan untuk memotivasi kelas pekerja agar bekerja lebih giat layaknya orang yang ikhlas beribadah. Padahal, secara kesejahteraan ekonomi sangat timpang meskipun mereka sudah bekerja maksimal lebih dari tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan. Pencapaian kekuasaan dalam Good Politics Meskipun begitu, politik untuk memperoleh kekuasaan juga bisa dilakukan dengan cara yang positif. Bagi Michel Foucault kekuasaan tidak selalu berarti negatif. Semua tergantung dari tujuan kita berpolitik dan mencari kekuasaan. Artinya, untuk memperjuangkan hal yang kita anggap baik pun membutuhkan perjuangan, caranya tetap sama, yaitu dengan jalur politik. Yang membedakannya dengan bad politics adalah prinsip dan tujuan positif dari pencapaian kekuasaan itu sendiri. Dalam melakukan good politics, selain menonjolkan prestasi, jiwa leadership yang baik sangat diperlukan untuk membangun organisasi atau institusi. Antara lain meliputi profesionalitas dalam hal kesejahteraan, penghargaan terhadap kontribusi tiap individu, saling memotivasi satu sama lain, dan membangun kepercayaan secara penuh. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Politik dan organisasi adalah dua konsep yang saling terkait dalam konteks kehidupan sosial dan pemerintahan. Politik mengacu pada aktivitas, proses, dan kebijakan yang terkait dengan pengambilan keputusan, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan otoritas dalam suatu masyarakat. Sementara itu, organisasi adalah entitas yang terstruktur yang dibentuk oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Politik dan organisasi memiliki keterkaitan yang erat karena politik sering kali mempengaruhi cara organisasi diatur dan bawah ini adalah beberapa aspek penting dalam hubungan antara politik dan organisasi 1. Pembentukan Organisasi Politik dapat mempengaruhi pembentukan organisasi. Keputusan politik seperti undang-undang atau kebijakan pemerintah dapat menjadi motivasi bagi individu atau kelompok untuk membentuk organisasi yang mencoba mempengaruhi atau beroperasi dalam kerangka kebijakan tersebut. 2. Pengaturan Operasi Politik juga mempengaruhi regulasi dan aturan yang mengatur operasi organisasi. Pemerintah biasanya memiliki peran dalam membuat kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi aktivitas organisasi, seperti regulasi lingkungan, perpajakan, atau regulasi pasar. 3. Pengaruh Kebijakan Kebijakan politik, seperti kebijakan ekonomi atau kebijakan sosial, dapat berdampak langsung pada organisasi. Organisasi dapat diuntungkan atau dirugikan oleh kebijakan tersebut, dan mereka dapat berusaha mempengaruhi pembentukan kebijakan melalui upaya advokasi atau Pemilihan Pemimpin Politik juga mempengaruhi pemilihan pemimpin dalam organisasi. Dalam beberapa organisasi, pemimpin dipilih melalui proses pemilihan atau pemungutan suara, yang melibatkan keputusan politik dari anggota Pengaruh Kekuasaan Politik melibatkan distribusi kekuasaan, dan ini juga berlaku dalam konteks organisasi. Kekuasaan dalam organisasi dapat mempengaruhi dinamika internal, pengambilan keputusan, dan hubungan antara anggota kesimpulannya, politik dan organisasi saling terkait karena politik mempengaruhi pembentukan, regulasi, dan kebijakan organisasi. Di sisi lain, organisasi juga dapat mempengaruhi politik melalui upaya advokasi dan partisipasi politik. Pemahaman yang baik tentang hubungan ini penting untuk memahami dinamika sosial, ekonomi, dan pemerintahan dalam suatu masyarakat. Organisasi dapat menjadi arena kekuasaan politik ketika mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi distribusi kekuasaan dalam contoh organisasi yang dapat menjadi arena kekuasaan politik termasuk1. Partai Politik Partai politik adalah organisasi yang berfokus pada kegiatan politik dan memiliki tujuan untuk mempengaruhi pembentukan kebijakan publik serta memperoleh kekuasaan politik. Mereka berkompetisi dalam pemilihan umum dan berusaha untuk mendapatkan dukungan masyarakat agar dapat memenangkan kursi di parlemen atau posisi politik lainnya. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
hubungan politik dan kekuasaan